Keimamatan Yesus Kristus Menurut Ibrani 4:14-16, 5:1-10
A.
Definisi
Imam PL dan PB
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI), kata imam adalah pemimimpin mezbah, pemimpin yang mempersembahkan
korban di gereja.[1]
W. R. F. Browning menyatakan dalam bukunya Kamus Alkitab, bahwa Imam Besar
adalah Juru bicara umat Israel kepada Allah, dan sebaliknya yaitu juru bicara
Allah kepada Umat-Nya.[2] Jadi bisa di simpulkan
dari pandangan ini bahwa Imam besar atau para imam merupakan alat yang dipakai
Tuhan dan umat-Nya untuk menyampaikan pesan. Dalam buku Abraham Park memberi
pengertian imam sebagai orang-orang yangdibedakan oleh Allah dari antara
suku-suku Israel dan juga piihan dari suku Lewei tersendiri, yang bertugas
sebagai wakil dari seluruh umat Israel yang dipakai untuk melakukan
persembahan, mengorbankan persembahan kepada Tuhan.[3]
Berkhof menjelaskan bahwa kata imam
dalam perjanjian lama tanpa kecuali menggunakan kata “kohen”. Arti
mula-mula dari kohen tidak diketahi dengan pasti. Bukan mustahil bahwa
pada masa awalnya, kata itu selalu menunjukkan fungsi sipil maupun fungsi dalam
peribadahan. Jelas bahwa kata itu selalu menunjukkan arti tentang seseorang
yang memegang jabatan yang mulia dan penuh tanggung jawab dan mempunyai
otoritas atas orang-orang lain; dan hampir tanpa pengecualian imam berarti
petugas dalam peribadahan.[4]
Dalam bukunya Berkhof juga memaparkan
makna imam dalam Perjanjian Baru yaitu lebih menggambarkan sosok yang
sebenarnya dari seorang imam. Kata yang dipakai untuk sebutan imam pada
Perjanjian Baru adalah”hireus”, yang artinya “ia perkasa”, “seorang yang
sacral,” dan seorang yang mempersembahkan dirinya kepada Tuhan, untuk melayani
Tuhan sepangjang hidupnya.[5]
Berbagai pengertian yang dapat kita
pahami tentang imam seorang imam, namun satu hal yang merupakan fokus utama
dari pengertian-pengertian imam adalah sebagai kepala atau pemimpin suatu
organisasi. Jadi kita bisa menyimpulkan bahwa imam adalah orang yang memimpin
himpunan orang beriman dan bertanggung jawab atas segala sesuatu yang kudus.
Imam terbagi dari 2 kelompok yaitu imam
besar dan imam-imam yang membantu imam besar menyelenggarakan pendamaian kepada
Tuhan. Pada masa Perjanjian Lama (zaman Musa), Harun menjadi imam besar bagi
seluruh bangsa Israel untuk memimpin mereka mengadakan pendamaian kepada
TUHAN,sedangkan anak-anaknya (Harun) adalah ima-imam bagi Allah yang membantu
Harun menyelenggarakan keimaman Harun pada masa itu (Kel. 28-29).
1.
Tugas Imam
Secara lahiriah
tugas dari imam-imam Ibrani tidak terlalu jauh berbeda dengan tugas-tugas imam pagani
(kafir).[6]
Pada umumnya tugas-tugas dari pada tugas imam itu adalah menyangkut urusan
kultus seperti menjadga bait suci, mempersembahkan bahan-bahan korban dan
memberikan berkat kepada umat. Dan juga ketika kita membaca dalam Perjanjian
Lama dengan teliti, maka kita dapat menemukan disana bahwa ada tugas-tugas lain
dari para imam ini yang tampaknya berbau magis, medis, dan yuridis.[7]
Dalam bukunya
David F. Hilson: Sejarah Israel pada zama Alkitab menyatakan bahwa tugas imam
dalam kehidupan proses mereka melakukan peribadatan kepada Allah adalah memimpin
umat dan mengusahakan agar peribata yang dikasanakan berlangsung secara benar,
tertib, dan teratur menurut tata kebiasaan ibadah agamawi yang berlaku.[8] Menurut Tjandra, tugas
dari pada imam terbagi atas tiga bagian tugas yaitu menyampaikan kehendak
Allah, mengajar umat dan mempersembahkan korban kepada Allah.[9] Penyataan yang ini tidak
jauh berbeda dengan apa yang diungkapkan oleh Bekker, dimana tugas dari imam
adalah menjadi perantara antara manusia dan Allah atau Allah dengan umat-Nya
serta menjadi perantara untuk mempersembahkan korban bagi Tuhan, dan setelah
itu juga mengucapkan berkat atas uam Tuhan seperti yang terdapat dalam Bilangan
6:24-26.[10]
Dari beberapa
hal pandangan tentang tugas dari pada imam diatas, maka kita dapat menyimpulkan
bahwa imam memiliki tugas menjadi perantara antara Allah dan umat-Nya yang tidak dapat bertemu langsung kepada
Tuhan oleh karena dosa yang menghalangi, dan membawa umat Tuhan untuk dapat
beribadah kepada Tuhan. Tugas lain mereka adalah memperdamaikan umat kepada
Allah dengan mempersembahkan korban penghaps dosa, dan menjadi penyambung lidah
Allah.
2.
Konsep Imam pada Perjanjian Lama
Keimamatan pada
awalnya dimulai sejak Abram mempersembahkan koeban kepada Melkisedek, sang raja
salem (Kej. 14:17-20). Namun, setelah itu keimamatan tidak tersurat lagi decara
lahiriah didalam Alkitab. Pada awalnya tidak ada satupun manusia yang
ditugaskan untuk menjadi imam bagi Allah, sebab ketika kita menyelidiki bahwa
Melkisedek bukanlah manusia melainkan Theo Fanni dari Allah sendiri.
Keimamatan memang tidak tersurat dalam Alkitab, namun proses dari pekerjaan
seorang imam telah terlaksana sejak awal mula manusia diciptakan, dimana Habel
mempersembahkan kurban yang berbau harum dihadapan Tuhan (Kej. 4:4). Jadi pada
masa itu masing-masing kepadala keluarga berperan aktif atau menjadi imam
sendiri bagi keluarganya untuk memepersembahkan kurban dihadapan Tuhan.[11] Hal ini juga jelas
dilakukan oleh Nuh pada Kejadian 8:20 dimana disana menjelaskan sikap Nuh dalam
mempersembahkan korban bakaran bagi Allah sebagai wujud ucapan syukur atas
pemeliharaan Allah bagi seisi keluarga Nuh. Pola keimamatan tersebut dinamakan
pola keimamatan patrikah (kepala kelurga yang memimpin seisi
keluarganya).
Konsep
keimamatan masih belum muncul pada saat sebelum Israel menjadi sebuah bangsa
yang besar. Awal mula terbentuknya keimamatan dihadapan Allah dimulai pada saat
bangsa Israel berada pada tanah perbudakan yaitu di tanah Mesir. Memang pada
masa itu Musa tidak dikatakan sebagai imam bagi bangsa Israel. Namun dari tugas
imam yang telah dibahs diatas yaitu untuk membawa umat Tuhan beribadah kepada
Tuhan, maka tindakan yang Musa lakukan untuk membawa umat Israel keluar dari
tanah Mesir untuk bisa beribadah kepada Allah merupakan suatu tindakan dari
seorang imam.
Setelah mereka
keluar dari tanah Mesir, maka Allah menyuruh Musa untuk memisahkan, memilih dan
mengkhususkan Harun dan anak-anaknya memegang jabatan imam bagi Allah. Jelas
kita dapat melihat dalam Keluaran 28:1 “Engkau harus menyuruh abangmu Harun
bersama-sama dengan anak-anaknya datang kepadamu, dari tengah-tengah orang
Israel, untuk memegang jabatan imam bagi-Ku. Pemilihan ini dilakukan oleh Allah
sendiri untuk Harun dan anak-anaknya supaya beribadatan dalam Kemah Suci semakin
teratur dan lebih berkenan kepada Tuhan. Pekerjaan-pekerjaan yang mereka
lakukan tentunya tugas yang kudus dihadapan Allah yang diantu oleh suku Lewi
sebab seluruh suku Lewi ditugaskan untuk menjadi imam-imam bagi Allah.
Pentahbisan imam Harun dan anak-anaknya dapat kita lihat dala Keluaran 29. Dari
sinilah awal mula terbentuknya keimamatan yang sah, yang dipilih Allah dan
langsung mentahbiskan mereka menjadi imam bagi Allah melalui Musa.
3.
Konsep Imam pada Perjanjian Baru
Perjanjian Baru
merupakan kehidupan yang baru setelah melewati masa ± 400 tahun sunyi (Allah
tidak berbicara). Jangka waktu antar Perjanjian Lama dengan Perjanjian Baru
merupaka jangka waktu yang sangat lama. Dan tentunya kita mengira bahwa orang
Israel pasti melupakan seluruh konsep imam yang ada dalam Perjanjian Lama,
ditambah lagi karena banyaknya pemberontakan mereka kepada Allah dengan
melakukan berbagai-bagai penyembahan berhala. Namun dugaan itu salah, melainkan
berbagai tugas yang dikerjakan seorang imam dalam Perjanjian Lama masih tetap
diterapkan dalam Perjanjian Baru. Sebagai contoh dalam Injil Lukas 1:8
menjelaskan tentang imam Zakharia yang melakukan tugas keimamatannya setalah
pengundian siapa yang melayani Allah di Bait Allah (sinagoge). Tulisan dari
Injil Lukas ini sangat sesuai dengan yang dituliskan dalam Kitab 1 Tawarikh 24,
dimana para imam yang melayani TUHAN dibagi atas 24 kelompok. Dengan demikian
setiap mereka melakukan pelayanan di Bait Allah, maka terlebih dahulu mereka melakukan pengundian siapa yang akan melayani
TUHAN di Bait Allah.
Selain itu
contoh lain terdapat dalam Injil Matius 8:4, pada saat Yesus menyembuhkan
seorang yang sakit kusta. Orang yang disembuhkan oleh Yesus itu disuruh untuk
memperlihatkan dirinya kepada imam. Hal ini merupakan hal yang sama seperti
yang dilakukan pada masa Perjanjian Lama, dimana salah satu tugas dan fungsi
dari seorang imam adalah memastikan seseorang yang telah kena kusta dan
memastikan orang yang telah sembuh dari penyakit kusta tersebut, dan setelah
itu imam juga berhak mengadakan persembahan korban kepada Allah ketika
seseorang yang telah ditahirkan dari penyakit kusta tersebut (Imamat.
4:14:2-4).
B. Kitab Ibrani
Pada masa kekaisaran Romawi, bait Allah
menjadi tempat ibadah atau pusat ibadah orang Yahudi, dimana Bait Allah
merupakan temoat yang istimewa dalam kehidupan dan pemikirang bangsa Israel.[12] Bait Allah merupakan
lambang kehadiran Allah yang dipegang teguh oleh bangsa Israel seperti pada
masa Perjanjian Lama, dimana bangsa Israel pergi ker bait Allah melakukan penyembahan,
memohon penghapusan salah dan mengorbankan apa yang seharusnya menjadi
kewajiban mereka. Pada saat mereka pergi melakukan ibadah di bait Allah,
tentunya ibadah mereka selalu terkontrol, karena mereka tidak sembarang masuk
kedalam bait Allah dan melakukan persembahan pengorbanan atau pembakaran korban
dihadapan Tuhan. Namun, mereka mereka menghadap Allah dengan perantaraan para
imam dan imam besar. Didalam bait Allah orang Yahudi melakukan peribadatan
sesuai dengan aturan-aturan kuno yaitu upacara-upacara yang tercatat dalam
hukum taurat yang terdapat dalam Perjanjian Lama.
Setiap orang yang telah menerima Yesus
sebagai Tuhan dan Juruselamat mereka atau setiap orang Yahudi yang telah
percaya kepada Kristus dan menjadi Kristen, mereka meninggalkan adat-istiadat
yang berlaku pada zaman nenek moyang mereka yaitu adat istiadat yang ada dalam
hukum taurat. Namun banyak orang Yahudi yang tidak terima Yesus sebagai Mesias
melakukan penganiayaan jemaat yang telah percaya kepada Kristus. Akibatnya
orang-orang orang-orang Yahudi yang telah menerima Yesus dan telah menjadi
Kristen sebagian besar meninggalkan Kristus dan kembali pada adat-istiadat
mereka.
Penulis dari Kitab Ibrani ini masih
belum jelas identitasnya sebab banyak perdebatan tentang kepenulisan surat ini.
Barclay mengutip pendapat Clement yang mengemukakan bahwa Pauluslah yang
mula-mula menulis surat ini dalam bahasa Ibrani lalu Lukas menterjemahkannya,
sebab gaya bahasanya berbeda sekali dengan gaya bahasa Paulus[13]. Clement menakui bahwa
Pauluslah yang menjadi penulis Kitab Ibrani ini sebab pada Ibrani 13 mengakui
bahwa itu gaya bahasa Paulus. Namun berbeda lagi pendapat dari Hendry H. Halley
yang mengutip pendapat Tertulianus yang mengatakan bahwa kitab Ibrani adalah
surat kiriman Barnabas[14]. Barnabas merupakan
seorang yang temasuk dalam urutan yang disebutkan dalam Kisah Para Rasul 13.
Oleh karena itu, kita tidak dapat menentukan siapa penulis sebenarnya dari
surat Ibrani ini.
Pembaca atau penerima mula-mula dari
surat Ibrani ini tentunya bukan merupakan hal yang tertutup lagi bagi kita
semua. Dari namanya kitabnya saja sudah jelas siapa penerima dan pembaca
mula-mulanya, kepada siapa surat ini ditujukan, yaitu kepada orang Ibrani atau
orang Yahudi.
C. Yesus Kristus
Dalam Injil Matius 1:1; 9:27; 21:29,
sangat jelas dan jeli memaparkan silsilah dari Yesus Kristus sebagai bukti
bahwa Ia bukanlah sekedar anak yang dilahirkan dari keturunan tukang kayu,
melainkan merupakan keturunan orang yang paling penting didalam sejarah bangsa
Israel. hal ini sangat penting untuk menunjukkan bahwa Dia sang Mesias memiliki
wibawa khusus yang dipercayakan kepada-Nya.
Keberadaan Yesus merupakan suatu hal
yang sangat istimewa bagi kehidupan orang berdosa. Matius mencatat dalam Injil
Matius 4:3; 8:29; 14:33; 16:16 bahwa Yesus sebagai Anak Allah. Namun pada
bagian ini yang menyerukan Yesus sebagai Anak Allah adalah si Iblis yang
mencobai Yesus setelah Ia dibaptis. Iblis tahu persis siapa sosok Yesus
sebenarnya, Iblis menggoyahkan jati diri yang sesungguhnya dari Yesus dengan
mencobainya pada tiga titik yang sangat berbahaya yaitu makanan, tahta, dan
kuasa. Bahkan dalam misi si Iblis mencobai Yesus, ia menggunakan firman Allah
sebagai senjatanya. Namun dengan keteguhan dan ketegaran hati Yesus, Ia tidak
dapat dicobai oleh siapapun. Yesus yang kudus memiliki misi yang sangat mulia
sehingga Ia rela datang kedunia adalah menyelamatkan orang berdosa, rela mati
untuk menjadi korban penebus salah dihadapan Allah Bapa. Yesus merupaka suatu
tanda, bukti dari datangnya kerajaan sorga dan kuasa Allah didunia ini.[15]
Petrus salah seorang dari keduabelas
murid Yesus juga mengakui bahwa Yesus adalah seorang Mesias, Anak Allah yang
hidup (Mat. 16:16). Pendapat dari seorang Petrus merupakan pendapat yang sangat
tepat, walaupun ia tidak mengerti tujuan dan misi seorang Mesias itu datang
kedunia. Sehingga pada saat Yesus memberitahu bahwa suatu hari nanti Anak
Manusia (Mesias) akan diserahkan kepada pihak tua-tua, imam-imam kepala, dan
ahli-ahli Taurat, dan akan dibunuh, petrus menolak dan menegur Yesus mengatakan
hal demikian, sebab ia tidak tahu apa maksud sebenarnya, walaupun ia mengakui
bahwa Yesus seorang Mesias, Anak Allah yang hidup. Maka dari itu, Yesus
memarahi Petrus dan berkata “Enyahlah Iblis. Engkau suatu batu sandungan
bagi-Ku, sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikiran Allah, melainkan apa
yang dipikirkan manusia” (Matius 16:23).
D. Keimamatan Yesus
Kristus Menurut Ibrani 4:14-16, 5:1-10
Yesus adalah Anak Allah yang hidup yang
telah turun kedunia untuk menebus dosa manusia, sehingga kita (manusia) yang
berada di dunia tidak menjadi binasa oleh karena dos akita, melainkan kita
beroleh hidup yang kekal (Yohanes 3:16). Sebab upah dosa ialah maut (Roma
6:23). Dari kedua ayat ini kita dapat mengetahu bahwa kehidupan manusia didunia
ini tidak ada artinya tanpa kasih karunia Allah melalui anak-Nya yang tunggal
yaitu Tuhan Yesus Kristus.
Telah kita bahas diatas pembagian imam
yang terdiri dari dua yaitu imam besar dan imam-imam yang memiliki tugas yang
berbeda di dalam Bait Allah. Tugas umum yang dilakukan dan dikerjakan oleh imam
agung adalah menyampaikan firman Allah kepada umat manusia atau umat Allahdan
membawa manusia masuk ke hadirat Allah. Imam agung juga merupakan perantara
antara Allah dengan manusia dan begitu pula sebalinya. Oleh karena imam
agung sebagai perantara antara Allah dan
manusia, maka dengan itu seorang imam besar agung harus mengenal Allah dan juga
mengenal manusia sebagai umat Allah. Dengan itu, maka imam besar akan lebih
mudah menuntun manusia menghadap hadirat Allah, dan komunikasi antara Allah dan
manusia atau sebaliknya lebih baik, dan pesanyang hendak disampaikan akan
terasmpaikan dengan baik, jelas, dan lengkap.
Yesus adalah korban persembahan terakhir
yang dipersembahkan untuk manusia dalam rangka memperbaiki hubungan antara
manusia dengan Allah. Metode keimamatan seperti yang dilakukan pada zaman
Perjanjian Lama, tidak terdapat lagi dalam Alkitab setelah kenaikan Yesus,
sebab Imam terakhir dan kekal sampai sekarang adalah Yesus Kristus (Ibrani 5:6).
Dan kita yang telah percaya kepada Kristus Yesus akan disebut sebagai imam-imam
bagi Allah, yang melayani Allah, Sebab Imam Besar Agung Kita telah menebus
kita, dan telah menjadi pendamai antara kita dengan Allah, sehingga kita dapat
melayani Allah atau menghampiri Allah dengan penuh keberanian (Ibrani 4:16).
1.
Yesus Imam yang Agung (4:14-16)
“14Karena kita sekarang mempunyai Imam Besar
Agung, yang telah melintasi semua langit, yaitu Yesus, Anak Allah, baiklah kita
teguh berpegang pada pengakuan iman kita. 15Sebab Imam Besar yang
kita punya, bukanlah imam besar yang tidak dapat turut merasakan
kelemahan-kelemahan kita, sebaliknya sama dengan kita, Ia telah dicobai, hanya
tidak berbuat dosa. 16Sebab itu marilah kita dengan penuh keberanian
menghampiri takhta kasih karunia, supaya kita menerima rahmat dan menemukan
kasih karunia untuk mendapat pertolongan kita pada waktunya.
(Ibrani 4:14-16).”
Pada ayat 14,
dimulai dengan memperkenalkan dan sekaligus menekankan atau menegaskan
keagungan yang murni yang dimiliki oleh Yesus yaitu ke-Allahan yang mutlak yang
merupakan kepribadian Yesus sendiri. Yesus agung bukan karena kehormatan yang
diberikan oleh manusia atau didapatkan oleh kerena julukan untuk Dia secara
lahiriah, melainkan oleh karena natura tau hakekat-Nya adalah agung. Dia adalah
Imam Besar Agung yang melintasi semua langit. Kata dari “langit” dapat
diartikan dalam dua pengertian antara lain: langit yang ada diatas manusia, dan
juga langit yang merupakan sorga tempat kediaman Allah. Oleh sebab itu, kita dapat
menyimpulkan bahwa kebesaran Yesus melebihi segalanya sebab ia telah melintasi
langit manusia dan juga langit sorga (sorga itu sendiri). Langit merupakan
suatu hal yang kecil bagi-Nya sehingga tidak ada langit yang dapat membatasi
Dia untuk melintasinya, sebab ia adalah Allah yang Agung dan perkasa.
Yesus adalah
imam yang telah turut merasakan kelemahan manusia (Ibrani 4:15a). Berbagai
macam pertanyaan yang muncul tentang ayat ini, tentunya mereka yang tidak
mempercayai kesempurnaan kemanusiaan Yesus sendiri. Yesus adalah Anak Allah
yang telah turun kedunia dan telah menjadi manusia seutuhnya untuk menjadi
korban keselamatan bagi kita. Semasa Dia ada didunia, Ia turut merasakan apa
yang dirasakan oleh manusia secara utuh (Matius 25:35-40). Tanpa kita sadari
bahwa pencobaan yang telah dialami oleh Yesus didunia ini sangatlah berat.
Pergumulan-Nya sungguh jauh dari pada kata ringan, dan bahkan tidak dapat
diukur seberapa beratnya. Mengapa kita tidak tahu bahwa penconaan yang Yesus
alami lebih berat dari kita?, karena kita telah jatuh terlalu dalam dengan
dosa-dosa kita, sehingga level atau tingkatan pencobaan yang lebih dari yang
kita rasakan tidak dapat lagi kita merasakannya. Contohnya rasa sakit, berbagai
tingkatan rasa sakit yang masih dapat dirasakan oleh manusia. Jika seseorang
dipukul, maka rasa sakit yang ia rasakan dapat ditanggungnya, namun ketika
seandainya seseorang dipukul namun melebihi batas kekuatannya untuk menahan
rasa sakit tersebut, maka yang terjadi selanjutnya adalah orang tersebut akan
menjadi pingsan, atau bahkan bisa saja mati. Demikian juga dengan kita, dimana
ketika pencobaan yang ditanggungkan kepada Yesus ditanggungkan kepada kita,
maka yang kita rasakan bukan lagi kekuatan, melainkan pingsan bahkan kita bisa
mati oleh karena pencobaan yang kita alami melebihi batas kekuatan kita. Oleh
karena hal itu kita tidak dapat mengetahui bahwa pencobaan yang Yesus alami
lebih berat dari apa yang manusia alami oleh karena manusia tidak sanggung pada
tingkatan level pencobaan itu karena dosa manusia.
Pencobaan yang
Yesus alami memang berat, namun pencobaan yang ia alami tidak membuat-Nya
gentar dan jatuh pada pencobaan itu. Iblis dalam bentuk ular menggoda perempuan
yaitu Hawa dengan satu cara saja, maka manusia dapat terjatuh kedalam dosa (Kej.
3:4-5). Tetapi pada saat ular mencobai Yesus, ia menggunakan seluruh
kemampuannya sebab ia tahu bahwa yang ia cobai adalah Anak Allah, ia mengenali
identitas Yesus yang sebenarnya, maka dari itu si Iblis juga hati-hati sekali
mencobai Yesus (Matius 4:3-11). Namun satu hal yang sangat memukau dan tidak
habis pikir oleh Iblis bahkan oleh kita yaitu ketegaran hati Yesus yang tidak
sedikitpun tergoyahkan. Ia dicobai oleh Iblis dengan begitu dahsyatnya, namun
Yesus tidak tergoyahkan sama sekali. Pencobaan yang Yesus alami tidak membuat
Dia berdosa dihadapan Allah (Ibrani 4:15b). Untuk itu pada ayat 16 mengatakan
bahwa kita anak-anak-Nya jangan takut lagi, tetapi mari datang kepada-Nya
dengan penuh keberanian, karena Tuhan Yesus telah menjadi jalan bagi kita untuk
dapat bertemu dengan Allah (Yohanes 14:6).
2.
Keimamatan Yesus Menurut Peraturan Melkisedek (5:1-10)
“1Sebab setiap imam besar,
yang dipilih dari antara manusia, ditetapkan bagi manusia dalam hubungan mereka
dengan Allah, supaya ia mempersembahkan persembahan dan korban karena dosa. 2Ia
harus dapat mengerti orang-orang yang jahil dan orang-orang yang sesat, karena
ia sendiri penuh dengan kelemahan, 3yang mengharuskannya untuk
mempersembahkan korban karena dosa, bukan saja bagi umat, tetapi juga bagi
dirinya sendiri. 4Dan tidak seorangpun yang mengambil kehormatan itu
bagi dirinya sendiri, tetapi dipanggil untuk itu oleh Allah, seperti yang telah
terjadi dengan Harun. 5Demikian pula Kristus tidak memuliakan
diri-Nya sendiri dengan menjadi Imam Besar, tetapi dimuliakan oleh Dia yang
berfirman kepada-Nya: "Anak-Ku Engkau! Engkau telah Kuperanakkan pada hari
ini", 6sebagaimana firman-Nya dalam suatu nas lain:
"Engkau adalah Imam untuk selama-lamanya, menurut peraturan
Melkisedek." 7Dalam hidup-Nya sebagai manusia, Ia telah
mempersembahkan doa dan permohonan dengan ratap tangis dan keluhan kepada Dia,
yang sanggup menyelamatkan-Nya dari maut, dan karena kesalehan-Nya Ia telah
didengarkan. 8Dan sekalipun Ia adalah Anak, Ia telah belajar menjadi
taat dari apa yang telah diderita-Nya, 9dan sesudah Ia mencapai
kesempurnaan-Nya, Ia menjadi pokok keselamatan yang abadi bagi semua orang yang
taat kepada-Nya, 10dan Ia dipanggil menjadi Imam Besar oleh Allah,
menurut peraturan Melkisedek.”
Pada ayat pertama
di pasal ini menjelaskan tentang tugas dari seorang imam besar, dimana seorang
imam yang telah terpilih akan ditetapkan bagi manusia dalam hubungan manusia
dengan Allah. Yesus telah memenuhi kriteria ini sehingga Ia layak menjadi Imam
Besar Agung. Ia telah menjadi pengantara antara manusia dengan Allah, sehingga
hubungan antara vertical ini terjalin dengan sangat baik.
Berbicara
masalah pengantara tentunya seorang yang telah terpilih untuk menjadi seorang
pengantara harus mengenal kedua belah pihak yang diantarainya. Pada konteks ini
ada dua belah pihak yang harus sama-sama dikenal oleh sang pengantara yaitu
Allah dan pihat umat manusia. Pastinya tidak diragukan lagi pengenalan Yesus
akan Allah sebab Ia sendiri Anak Allah dan pasti Ia mengenal betul seperti apa
Bapa-Nya yang disorga. Dan juga tentunya tidak diragukan lagi pengenalan Yesus
akan umat manusia, sebab Ia adalah Allah. maka dari itu kita bisa menyimpulkan
bahwa Yesus telah memenuhi kriteria ini sehingga Ia benar-benar layak menjadi
Imam Besar Agung bagi kita.
Yang menjadi
pembatas atara manusia dengan Allah adalah dosa (Yesaya 59:2). Allah adalah
kudus, oleh sebeb itu dosa sekecil apapun Ia tidak menyukai hal itu. Menjadi
seorang perantara tentu memiliki tugas khusus yaitu melakukan pendamaian antara
dua pihak. Caranya dengan mempersembahkan korban kepada Tuhan untuk
menghapuskan dosa yang telah diperbuat oleh manusia. Oleh karena Harun
merupakan manusia biasa pada umumnya, mak tentu saja ia juga mengalami hal
keterjatuhan dalam kesalahan-kesalahan yang mengakibatkan dosa. Oleh sebab itu,
sebelum ia melakukan pendamaian antara umat kepada Allah terlabih dahulu ia
harus mengalami pendamaian tersebut atau mendamaikan diri terlebih dahulu
dihadapan Allah, dengan itu ia dilayakkan untuk mendamaikan umat kepada Allah
sebab ia memdapatkan wewenang atau kepercayaan dari Allah. Demikian halnya pada
Yesus, dimana Ia tidak memuliakan diri-Nya sendiri untuk menjadi Imam Besar,
melainkan Bapa yang telah mengutus Dia.
Jika imam besar
pada umumnya sebelum mempersembahkan korban karena dosa, mereka terlebih dahulu
mempersembahkan korban atas diri mereka sendiri. Namun berbeda dengan Yesus,
dimana pengorbanan yang Ia lakukan hanya satu kali untuk selamanya yaitu korban
diri-Nya sendiri. Ia dipilih dan ditetapkan dengan sumpah oleh Allah untuk
menjadi Imam Besar menurut peraturan Melkisedek (Mazmur 110:4). Ia telah
menjadi pendoa syafaat dan juga menjadi taat dari apa yang dideritan-Nya
walaupun Ia merupakan Anak.
Proses pendamaian yang Yesus
lakukan telah menggenapi semua keimamatan yang ada pada zaman Perjanjian Lama,
hanya saja korban yang Ia persembahkan bukan lagi dari binatang-binatang, bukan
lagi oleh karena darah binatang yang dapat mendamaikan manusia dengan Allah,
melainkan oleh tubuh dan darah-Nya sendiri yang menjadi pendamai bagi kehidupan
manusia dengan Allah (Ibr. 9:14), dan semuanya itu hanya terjadi sekali
sepenjang masa (Ibr.9:25).
[1]
KBBI
[2] W.
R. F. Browning, Alkitab (A dictionary of the Bible). Kamus, (Jakarta: Gunung
Mulia, 2008) 148-149
[3] Abraham
Park, Imam Besar yang Dijanjikan Dengan Sumpah (Depok: Yayasan Damai Sejahtera
Utama, 2016) 112
[4] Louis
Berkhof, Teologi Sistematika 3 (Surabaya: Momentum, 2004), hal. 133
[5]
Ibid, hal. 133-134
[6]
Hubertus Leteng, Spiritualitas Imamat – Motor Kehidupana Imam, (Maumere:
Ledalero: 2003), hal. 21
[7]
ibid
[8] David
F. Hilson, Sejarah Israel Pada Zaman Alkitab (Jakarta: Gunung Mulia, 2004),
hal. 130.
[9]
Lukas Tjandra, Latar Belakang Perjanjian Baru II (Malang: Seminari
Alkitab Asia Tenggara, 1997), Hal. 35.
[10]
F. L Bakker, Sejarah Kerajaan Allah I (Jakarta: Gunung Mulia, 2004),
hal. 363.
[11]
Lukas Tjandra, Latar Belakang Perjanjian Baru II (Malang: Seminari
Alkitab Asia Tenggara, 1997), hal. 35.
[12] John
Drane, Memahami Perjanjian Baru, (Jakarta: BPK Gunung Mulia,2008), hlm. 472
[13] William
Barclay, Pemahaman Alkitab Sehari-Hari, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008), hlm.
10
[14] Merril
C. Tenney, survei perjanjian Baru, (malang: gandum mas, 2003), hal. 449