Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Lukas 20:27-47 YESUS KRISTUS ADALAH ALLAH ORANG HIDUP

 Shalom,

Ketika mengisi sebuah seminar di STT di Sumatera via online dengan topik Apologetika (= bagaimana mempertanggungjawabkan iman Kristen atau bagaimana berdebat sesuai dengan Firman Allah), Pembicara menjelaskan bahwa polemik mengenai Yesus Kristus bukan Allah, bahwa Allahnya orang Kristen adalah Allah yang sudah mati dll. sudah dimulai sejak bapak-bapak gereja awal bahkan di era Yesus seperti orang Saduki yang tidak percaya adanya kebangkitan dari antara orang mati. Sebagai anak-anak Tuhan, kita harus belajar menjelaskan paling tidak untuk diri sendiri agar kita memiliki keyakinan bahwa Allah kita adalah Allah orang hidup. Bukankah Yesus mengatakan kepada orang Saduki, “Tentang bangkitnya orang-orang mati, Musa telah memberitahukannya dalam nas tentang semak duri di mana Tuhan disebut Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub.” Jelas tidak disebutkan Allah almarhum Abraham, Allah almarhum Ishak dan Allah almarhum Yakub walau Abraham, Ishak dan Yakub telah mati.

Marilah kita menjadi orang Kristen yang teguh imannya serta yakin bahwa Yesus Kristus adalah Allah orang hidup. Apa buktinya bahwa Yesus adalah Allah orang hidup menurut Injil Lukas 20:27-37?

A. YESUS ADALAH ALLAH YANG SELALU SIAP MEMBERIKAN JAWABAN (ay. 9-36).

Yesus menjawab pertanyaan menyangkut lika-liku kehidupan manusia. Contoh: Ia menjelaskan tentang dunia usaha (pengusaha kebun anggur), para pekerja, kepercayaan tuan terhadap karyawan, tindakan kekerasan dalam pekerjaan (ay. 9-19). Juga menjawab masalah hubungan masyarakat dengan pemerintah mengenai pajak (ay. 20- 26) serta kehidupan nikah dan keluarga dalam budaya Yahudi (ay. 27-40). Semua ini berbicara tentang masalah kehidupan manusia sehari-hari.

Yesus berbicara kepada pelbagai kelompok sosial mulai dari kalangan ahli Taurat, imam-imam, orang-orang Farisi, orang-orang Saduki hingga orang banyak (awam).

Siapakah Yesus itu? Dan bagaimana mungkin Ia dapat menjawab semua pertanyaan? Yesus adalah Allah yang hidup – Allah yang menjadi manusia untuk mengerti keadaan manusia dan memberikan jawaban atas semua pertanyaan menyangkut kehidupan mereka.

Yesus mampu menjawab seluruh pertanyaan yang diajukan kepada-Nya bahkan pertanyaan yang menjebak (ay. 26) dan masih tersimpan di dalam hati pun diketahui-Nya (ay. 23). Ini membuktikan bahwa Yesus adalah Allah sebab hanya Allah yang mengetahui isi hati sedangkan Iblis tidak mengerti isi hati manusia. Faktanya kita sering dicobai oleh keinginan diri sendiri; jadi, jangan mengkambinghitamkan Iblis lalu menyalahkan dia. Kalau Yesus mengetahui dan merespons maksud hati yang licik, terlebih lagi terhadap maksud hati yang baik. Masakan Ia tidak peduli dan tidak mau terlibat di dalamnya? Contoh: Ketika suami mengetahui maksud hati dan pikiran istri yang membutuhkan sesuatu (yang baik), suami tidak akan segan-segan memenuhi keperluannya. Terlebih lagi Tuhan mengetahui dengan persis apa yang ada di dalam pikiran dan hati kita – yang baik maupun yang jahat – untuk dijawab segera, ditunda beberapa waktu atau dilengkapi dalam kekekalan.

Selain menjawab pertanyaan tentang masalah lika-liku kehidupan, Yesus juga menjawab pertanyaan tentang kehidupan setelah kematian (ay. 34-36).

Jujur banyak di antara kita masih belum tahu pasti apa yang terjadi – ke mana dan bagaimana kelanjutannya – setelah kematian menjemput kita. Buktinya kita takut mati dan sedapat mungkin menghindari kematian. Contoh: Ketika tenggorokan sakit dan batuk sedikit langsung swab karena takut terpapar Omicron. Walau percaya masuk Surga kalau mati, kita tidak mau dipanggil Tuhan sekarang dengan alasan masih banyak pekerjaan yang belum diselesaikan dan keinginan yang belum terpenuhi.

Perhatikan teologia orang Saduki: tidak ada kebangkitan setelah kematian. Orang Saduki tidak percaya kalau manusia yang sudah mati akan dibangkitkan. Sesungguhnya hidup bukan sekadar makan-minum, bertumbuh dewasa, menikah, menua lalu mati. Namun faktanya kita lebih banyak berkutat dengan kehidupan dan penghidupan di dunia ini ketimbang memikirkan apa yang akan terjadi setelah ajal menjemput.

Apa yang terjadi setelah kematian datang menjemput kita? “tetapi mereka yang dianggap layak untuk mendapat bagian dalam dunia yang lain itu dan dalam kebangkitan dari antara orang mati, tidak kawin dan tidak dikawinkan.” (ay. 35)

Tersirat dari perkataan Yesus, jangan para ahli Taurat, imam kepala, orang Farisi terlalu percaya diri begitu mati pasti masuk Surga sementara orang-orang Saduki mati habis perkara. Ternyata ada indikator “layak atau tidak” untuk mendapat bagian dalam dunia lain karena adanya perbedaan pola hidup. Mereka yang layak hidup di sana tidak dapat mati lagi, mereka sama seperti malaikat-malaikat dan mereka adalah anak-anak Allah (ay. 36). Terbukti ada kebangkitan setelah kematian.

Introspeksi: kita ditempatkan di mana setelah dibangkitkan dari kematian? Layakkah kita di hadapan Tuhan karena kita sudah aktif dalam pelayanan dan banyak berkurban bagi pekerjaan-Nya? Perhatikan, bukan status, jabatan, kebaikan, rajinnya beribadah dan banyaknya pelayanan dalam gereja yang menentukan kelayakan untuk masuk Surga tetapi mereka yang menerima anugerah/kasih karunia keselamatan dari-Nya.

B. YESUS ADALAH ALLAH ABRAHAM, ALLAH ISHAK DAN ALLAH YAKUB (ay. 37-40).

Kasih karunia yang sudah diterima oleh orang Yahudi dan anugerah yang kita, bangsa kafir, terima harus terlihat dalam iman yang diwujudkan dalam perbuatan/tindakan iman.

Yesus saat itu mengutip percakapan Allah dengan Musa yang dilanda kegalauan ketika memenuhi panggilan Allah yang memperkenalkan diri sebagai Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub. Di dalam nas tersebut, dikatakan bahwa Allah bukannya Allahnya almarhum Abraham, almarhum Ishak dan almarhum Yakub. Di sini Yesus mau menegaskan bahwa Allah itu Allahnya orang hidup walau Abraham, Ishak dan Yakub sudah mati sebab di hadapan- Nya semua orang hidup. Allah tidak malu menyebut nama Abraham, Ishak dan Yakub oleh sebab keteguhan iman mereka. Allah tidak malu mengakui Diri-Nya sebagai Allah dari tiga orang tersebut.

Kita mempelajari lebih jauh iman model apa yang dimiliki oleh tiga tokoh ini semasa hidupnya.

  • Iman Abraham → iman yang diuji oleh waktu dan kehendak Allah

Allah menyuruh Abram (75 tahun) keluar dari negerinya, dari sanak saudara dan rumah bapanya ke negeri yang dijanjikan TUHAN untuk dimiliki dia dan keturunannya (Kej. 12:1,4,7). Dia juga diberi janji tambahan yaitu beroleh keturunan tetapi setelah menunggu 25 tahun baru mendapatkan anak Ishak (Kej. 21:5).

Abraham meninggal pada usia 175 tahun dan dimakamkan di goa Makhpela di Efron (sekarang Hebron) di yang dibeli dari bani Het (Kej. 25:7-10). Dia meninggal tanpa menerima janji besar (kepemilikan Tanah Kanaan) yang pernah diterimanya dari Allah (bnd. Ibr. 11:13). Justru inilah yang disebut Allah sebagai Allahnya orang hidup. Mengapa? Sebab penggenapan janji Allah dapat dipenuhi sebagian dari masa hidup kita dan akan digenapi secara sempurna dalam kehidupan yang akan datang. Buktinya? Abraham telah memiliki Tanah Kanaan sebagai tempat pemakamannya tanpa menyewa atau meminjam. Pada hari kebangkitan nanti, dia tidak hanya memiliki Palestina tetapi Yerusalem baru, kota yang mulia.

Abraham layak mendapat bagian dalam dunia lain karena hatinya selalu tertuju kepada Tuhan dan merindukan kedatangan-Nya. Walau mendapat gelar ‘raja yang kaya raya’, dia bersama Ishak dan Yakub tidak mendirikan tempat tinggal permanen karena dia menantikan kota yang direncanakan dan dibangun oleh Allah (Ibr. 11:9- 10). Imannya tertuju kepada Yerusalem baru.

Dari kisah Abraham ini apa yang ingin ditekankan dengan istilah “Allahnya orang hidup”? Ia ingin mengalihkan fokus kita dari iman materialistis (segala pencapaian di bumi) kepada iman rohani bersifat kekal. Ia juga mau membuktikan bahwa Ia tidak pernah ingkar janji.

Introspeksi: sungguhkah kita beriman yang teruji oleh waktu dan kehendak Allah? Masihkah kita percaya kepada-Nya walau doa kita lama tidak dijawab? Atau kita merasa iri hati melihat orang duniawi lebih kaya daripada kita yang pas-pasan padahal sudah taat beribadah? Tidak yakinkah kita bahwa harta kita di Surga begitu melimpah dan tidak dimakan oleh ngengat dan karat? Waspada, di mana hartamu berada, di situ hatimu berada (Luk. 12:34). Yang penting, kita senantiasa mengarahkan hati kita ke Surga.

  • Iman Ishak → iman yang pantang menyerah

Ishak, anaknya Abraham, menggali sumur ayahnya. Begitu selesai sumur digali, para gembala Gerar, orang Filistin, merebutnya. Berulang-ulang gembala-gembala Gerar bertengkar dengan gembala-gembalanya dan sumur yang dibuatnya direbut. Namun dia pantang menyerah dan menggali sumur lain hingga akhirnya dia mengali sumur dan mereka tidak bertengkar. Dia menamai sumur ini Rehobot dan mengatakan, “Sekarang TUHAN telah memberikan kelonggaran kepada kita sehingga kita dapat beranak cucu di negeri ini.” (Kej. 26:23)

Di masa tuanya Ishak memberkati anak-anaknya dan imannya menjadi berkat bagi mereka (Ibr. 11:20). Di dalam kehidupan Isak, Allah menampilkan diri sebagai Allah yang tidak menjanjikan segala sesuatu dengan mudah dan selalu sukses. Buktinya berulang-ulang Ishak gagal dalam usahanya memenuhi sumber kebutuhan pokok hidup dan penghidupan keluarganya.

Introspeksi: Allah mana yang kita ikuti? Benarkah kalau mengikut Tuhan kita tidak mengalami kegagalan, tidak ada kesusahan, selalu dalam kesehatan prima dan semuanya sukses? Yang pasti Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub tidak seperti itu. Ia ingin kita bersandar kepada-Nya. Ia mengizinkan kita gagal supaya kita tahu bahwa Tuhanlah Sumber pokok yang memenuhi kebutuhan kita.

  • Iman Yakub → iman dalam pembaruan

Yakub termasuk penipu ulung yang tega membenturkan ayah ibunya sehingga pilih kasih. Ia tega menipu saudaranya, Esau, untuk mendapatkan hak kesulungan dan berkat sulung (Kej. 25:32-33; 27:30). Namun dia diperbarui dan menjadi orang yang lembut hati dengan mau menerima konsekuensi dari perbuatan dosanya. Buktinya dia bersedia menerima perlakuan mertuanya, Laban, yang menipunya habis-habisan juga merendahkan hati dengan sujud sampai ke tanah ketika bertemu kakaknya, Esau.

Dia memikirkan perdamaian dengan hati tertuju kepada belas kasihan Tuhan (memimpikan perkara Surga). Dia sangat peduli dengan rumah Tuhan dan bernazar untuk kehadiran Bait Suci di atas batu tempat ia membaringkan kepalanya (Kej. 28:10-22).

Karena iman, Yakub sebelum mati memberkati kedua anak Yusuf (Ibr. 11:21).

Aplikasi: hendaknya kita bersedia menerima konsekuensi dari perbuatan dosa yang telah kita lakukan walau sudah meminta ampun kepada Tuhan. Sebagai orang Kristen sejati, setelah sadar berbuat dosa kita harus berani bertanggung jawab menanggung hukuman atas dosa yang telah kita lakukan.

Kita percaya bahwa Tuhan adalah Allah orang hidup yang menjawab segala doa permohonan kita dan meneladani iman Abraham, Ishak dan Yakub untuk dilayakkan tinggal di bagian dunia lain dalam kekekalan ketika dibangkitkan oleh-Nya. Amin.